Senin, 12 Desember 2011

ALARM DARI MARTIR SONDANG


Seluruh Mata dunia terbelalak lebar baik dalam negeri maupun luar negeri, sepasang Mata tertuju kepada demonstran bernama Sondang Hutagalung. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno yang memilih membakar dirinya di depan Istana Negara (7/12) pukul 17.30 WIB. Akibat aksinya ia mengalami luka bakar sangat parah, hingga 98 persen. Setelah bertahan hidup selama 72 jam, Sabtu (10/12) pukul 17.50 Wib, Sondang meninggal dunia. Salut! Sesuatu aksi perlawanan yang revolusioner meski nyawa menjadi taruhan.
Aksi Bung Sondang secara tidak langsung menampar muka seluruh jagat aktivis yang berjuang setengah hati karena eksistensi untuk motif sesuatu. Sondang adalah martir perlawanan terhadap rezim kebablasan yang diciptakan oleh penguasa negeri yang digawangi Sosilo Bambang Yudhoyono. Sondang Hutagalung sejajar dengan Muhammed Bouazizi di Tunisia dan Chun Tae il Korea Selatan. Mereka menjadi aktor pemantik gerakan rakyat. Ekspresi dari sebuah kemarahan terhadap rezim dzolim.
Menurut Pandangan Politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, Sondang Hutagalung adalah pahlawan kemanusiaan dan keadilan dengan langkah bakar dirinya. Tindakan itu merupakan protes paling puncak atas ketidakadilan dan korupsi yang merajalela di bawah rezim SBY-Boediono.
Aksi revolusioner Koordinator Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia (HAMmurabi) Ini menjadi warning dan wake up call kepada seluruh anak bangsa untuk bangkit dan melawan terhadap penguasa yang sudah keluar jauh dari amanat Pancasila 1 Juni 1945 dan mandat Trisakti Bung Karno; Berdaulat di bidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan bermartabat di bidang kebudayaan.


Alarm Pengorbanan

Keberanian nekat dari Sondang Hotagalung menjadi “alarm perlawanan”, membakar spirit generasi muda untuk lebih progressif-revolusioner dengan membangun kekuatan massa aksi yang radikal dengan menggabungkan kekuatan rakyat demi tegaknya kemerdekaan yang seutuhnya. Negara kuat, tegas dan bebas dari intervensi negara asing merupakan sebuah cita-cita pendiri republik ini. Jangan sampai Indonesia menjadi negara bonekanya Amerika atau justru menjadi negara federasinya Amerika.
Semestinya, SBY selaku puncak penguasa negeri ini melakukan evaluasi diri dan sadar diri bahwa ia telah salah mengelola Negara maritim ini. Sungguh memalukan! Indonesia sebagai Negara maritim malah kalah di laut sendiri seperti kasus-kasus pencaplokan wilayah oleh Negara serumpun Malayasia. Korupsi merajalelea di semua lini, belum lagi sengketa Papua yang belum usai dan terkesan dibiarkan begitu saja.
Pengorbanan Sondang menjadi cambuk pelecut untuk seluruh penggiat gerakan untuk bersatu kepalkan tinju. Seperti kata mantan aktivis gerakan Budiman Sudjatmiko, perjuangan Sondang harus tetap dilanjutkan.
Alarm dari martir sodang sebagai alarm peringatan terhadap rezim saat ini. Alarm itu bergetar kencang dan berbunyi keras hingga menusuk telinga lalu menembus hati nurani untuk berkata bangga terhadap pengorbanannya yang luar biasa, dialah Soe Hock Gie masa kini. Alarm yang dibunyikan Sondang terus berbunyi dengan satu nada yang bergelora api semangat pembakaran jiwa bahwa: SBY HARUS TURUN!
Selamat jalan Anak Marhaen, kau begitu Merah semerah api yang menghabiskan tubuhmu. Yakinlah kau akan disambut haru oleh Pendiri Bangsa ini beserta aktivis Tragedi Trisakti 1998 yang dulu “merdeka” dari alam bangsa.

Jumat, 09 Desember 2011

KORUPSI PENYAKIT KRONIS PENGUASA



Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember setahun sekali diperingati. Tetapi Korupsi tak pernah surut, bahkan semakin menggerogoti moral para pemangku kebijakan pemerintahan. Menjelma menjadi budaya baru di negeri yang sudah 66 tahun lalu diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Sebuah budaya kebablasan yang keluar dari mandat fouding fathers.
Koruptor adalah pelaku tindak kriminal merampok uang negara yang tidak dibenarkan oleh konstitusi negara manapun di dunia. Virus korupsi terjangkit di semua kalangan negeri bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika ini baik itu kalangan “berdasi” maupun kalangan “berpeci” sekalipun. Kinerja para koruptor berjalan sistematis dan massif sehingga begitu sulit untuk dibasmi. Penyakit yang bernama korupsi di negeri gemah rifah loh jinawi belum mampu disembuhkan oleh tabib yang bernama penegak hukum karena obat pecegahannya belum ditemui walaupun orang nomor satu di Indonesia sering ngegombal siap berdiri di depan terkait komitmen pemberantasan korupsi. Tapi janji tetap tinggallah janji karena korupsi seperti “Anggur Merah” yang memabukkan penguasa hingga merambah ke sekitar pagar Istana, seperti di tiga Kementerian yang rawan korupsi yakni Kementerian Agama, Kemenakertrans serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Korupsi merupakan penyakit kronis penguasa negeri ini yang menjarah uang rakyat secara sadis. Walaupun sudah ada lembaga-lembaga anti korupsi bentukan negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengawasi keuangan negara. Namun koruptor masih bisa mempengaruhi petugas bentukan negara itu untuk berkolusi. Koruptor setelah divonis langsung dibebaskan di kamar-kamar mewah penjara sambil menunggu remisi dengan fasilitas karaoke dan menyulap kamar penjara menjadi hotel berbintang serta bisa juga dihibur oleh wanita panggilan. Tidak hanya sampai disitu koruptorpun bahkan masih leluasa keluar rutan.
PPATK pimpinan M. Yusuf menemukan sedikitnya 10 Pegawai Negeri Sipil (PNS) berusia muda terlacak memiliki dana di rekening ratusan miliar rupiah. Sebuah ketidakwajaran yang membuat geram Pengamat ekonomi dan politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago sehingga mendesak instansi penegak hukum menindaklanjuti temuan PPATK tentang penyelewengan uang negara oleh PNS.

Lawan Koruptor

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, mengungkapkan perlu penguatan hukum tindak pidana korupsi secara lebih sistematis. Ia menyatakan penguatan ini perlu terangkum dalam tingkatan undang-undang.
Korupsi yang menggurita di negeri ini bagaikan Jamur di musim hujan dan bergerak seperti badai, leluasa masuk ke semua ruangan, tak perduli Istana, ruang kerja DPR serta ruang kerja para hakim di Pengadilan. Pelaku korupsi terjadi di seluruh lembaga pengelola pemerintahan dari tingkat pusat menyebar ke daerah-daerah sehingga koruptor seperti manusia setengah dewa yang tak mudah ditangkap melebihi kesaktian Teroris. Karena Teroris lebih mudah dipatahkan oleh Densus 88 Anti Teror dan tak sedikit yang menjadi korban peluru, ditembak di tempat bahkan dihukum mati. Sedangkan koruptor selalu dibiarkan bernapas lega oleh oknum Penegak Hukum bernama “Densus 86”.
Melalui Hari Anti Korupsi sedunia yang setiap tahun diperingati, semestinya penegak hukum lebih progressif-revolusioner dalam melawan koruptor, baik koruptor kelas Teri maupun kelas Kakap dengan hukuman seberat-beratnya dan menjalankan vonis hukuman mati sesuai UU. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jangan sampai penegak hukum malah menghukum koruptor lebih rendah dari pencuri biji Kakao dan pencuri Ayam.
Menurut catatan Media Indonesia, sejak penerapan UU Pengadilan Tipikor sudah 40 terdakwa korupsi dibebaskan. Semestinya dibangunkan saja Kebun Koruptor yang serupa dengan kebun binatang sebagaiman usulan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Kebun Koruptor abisa menjadi tempat wisata alternatif keluarga di sepanjang akhir pekan (week end). Mudah-mudahan pelaku koruptor bisa jera. Selamat Hari Anti Korupsi Sedunia!

Tulisan ini sudah dimuat di Banten Raya Post (10/12)

MENGGUGAT MIMPI KETUA KPK BARU


“Jangankan Sri Mulyani dan Boediono, saudara sayapun akan saya gantung jika Korupsi”
(Abraham Samad)

Abraham Samad terpilih sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Busyro Muqodas. Banyak harapan yang dipikul oleh Samad, apalagi dengan lantang ia mengatakan siap untuk mudur jika dalam jangka waktu satu tahun tidak bisa menyelesaikan kasus kelas kakap. Ketua KPK yang baru ini akan diuji integritasnya untuk menetapkan tersangka baru pada kasus skandal Wisma Atlet dan uji nyali berani menuntaskan kasus Century gate dan Rekening Gendut Polri yang hilang dari peredaran. Jika tidak demikian maka Abraham samad hanya menjelma menjadi sosok pemimpi saja dan bukan tipikal sosok pemimpin lembaga superbody yang semestinya menjadi “Ratu Adil” yang menakutkan para perampok uang negara.
KPK adalah lembaga besar, independen dan semestinya tidak terkontaminasi oleh “lingkaran setan” kekuasaan, sehingga tidak ada celah untuk perselingkuhan. KPK yang baru jangan hanya pandai bersilat lidah dengan curhat di media massa tertular pada penyakit seniornya dahulu yang pintar mengunakan politik “NATO” (No Action Talking Only).

Kekuasaan dan Koruptor

Hantu korupsi bergentayangan di mana-mana, dihampir seluruh lembaga pemerintahan. Dari istana, kementerian, DPR, DPRD, Kantor Gubernur, Bupati/Walikota hingga penegak hukum itu sendiri. Semua diakibatkan karena adanya “hubungan gelap” antara kekuasaan dan korupsi. Korupsi seperti siklus kehidupan yang tak pernah mati. Patah tumbuh hilang berganti. Entah pejabat publik siapa lagi besok yang terjerat korupsi dan menjadi Headline Media massa?
Survei KPK baru-baru ini melansir bahwa Tiga kementerian yang digawangi oleh “Bigboss Parpol” nilai integritasnya jeblok. Tiga kementerian itu adalah Kementerian Kemenakertrans (Muhaimin Iskandar), Kementerian Agama (Surya Darma Ali) dan Kementerian Koperasi dan UKM (Syarifudin Hasan) dan di tiga kementerian tersebut masih marak kasus suap. Semua itu harus segera ditindak lanjuti oleh KPK Pimpinan Abraham Samad, karena KPK bukanlah lembaga survei tapi lembaga Pemberantasan korupsi.
Ketua KPK Abraham Samad terpilih sudah umbar janji, dengan lantang dia mengatakan “Jangankan Sri Mulyani dan Boediono, saudara sayapun akan saya gantung jika Korupsi. Semua kasus besar kami prioritaskan dan akan dituntaskan kalau memenuhi syarat-syarat hukum untuk ditindak lanjuti.” Begitulah janji surga Ketua KPK baru.
Jika Bung Karno pernah berpesan “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JASMERAH)” maka jutaan rakyat jelata hari ini pun berharap kepada Ketua KPK “Jangan sekali-kali benamkan kasus (JASBEKAS)” seperti kasus Century, Mafia Pemilu, IT KPU, Mafia Pajak, Mafia Anggaran (Banggar DPR), Kasus Rekening Gendut Polri, Kasus Menakertrans, dll.
Ketua KPK jangan tebang pilih dalam menyelesaikan Kasus korupsi di Indonesia, kita tunggu kiprah mimpi Abraham Samad, siapakah yang menang diakhir episode. Mampukah Abraham Samad berdiri kokoh tanpa terkontaminasi dari kepentingan penguasa? Atau justru mengikuti jejak seniornya. Busyro Muqodas yang terkesan politik balas budi kepada SBY Sehingga kinerja KPK yang ekstra hati-hati dan takut menyentuh kekuasaan pada saat orang nomor satu di Indonesia ini disebut oleh Nazaruddin dan spontanitas KPK menyetopnya.
Semoga buah baru bernama Abraham Samad bukan satu dari sejumlah buah busuk yang ada diantara buah berkulit bagus di pohon KPK yang selalu disiram dan dipupuk oleh kepentingan penguasa dan KPK tak berubah makna menjadi Komisi Pemberantas Kejujuran.
Selamat dan sukses Abraham Samad, selamat bertugas tangan-tangan keadilan!

Tulisan ini sudah dimuat di Banten Raya Post, 6 Desember 2011

Kamis, 27 Oktober 2011

PEMUDA GENERASI ORGANIK




Pemuda harapan bangsa, sebuah kalimat klasik yang sering terdengar jika membahas tentang pemuda. Revolusi Indonesia yang bisa menjungkarbalikkan penjajah jiga tidak lepasa dari peran pemuda pada saat itu seperti Pemuda Tanmalaka, Bung Karno, Hatta, Sjahrir dan sebagainya demi kemerdekaan Republik Indonesia.

Bung Karno mengatakan “Berikan padaku Sepuluh Pemuda maka akan aku goncangkan dunia.” Sebuah kata yang menukik bahwa pemuda memiliki peran yang penting untuk kemajuan bangsanya tentunya Pemuda yang revolusioner dan berkarakter kerakyatan.
Hingga kini sumpah pemuda di peringati sejak tahun 1957 pada saat gejolak bangsa bergolak karena pada saat itu terjadinya pemberontakan PPRI/Permesta dan akhirnya dengan semangat keindonesiaan Permesta dapat ditumpas. Saat ini loyalitas pemuda untuk bangsa diuji kembali ketika gejolak Papua baru-baru ini bergolak kembali, ancaman disintegrasi bangsa berkobar sehingga sumpah pemuda menjadi renungan dan jawaban untuk mempertahankan persatuan keindonesiaan.

Sekilas Sejarah
Delapan Puluh Tiga Tahun Silam, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop (Gedung Batavia) terjadilah Sumpah Pemuda, yaitu ketika berkumpulnya organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon dan jong-jong lainnya.

Peristiwa paling penting dan di ingat sejarah gerakan nasional pada saat pengucapan satu sumpah yang khidmat untuk setia dan mengabdi kepada satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman kemudian dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.

Pemuda Organik
Sebelum peristiwa 28 Oktober 1928 berkobar, terdapat Tiga organisasi memakai nama Indonesia yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dideklarasikan di Bandung pada 4 Juli 1927. Pada tahun yang sama (1927) Pelajar Indonesia di negeri Belanda Indische Veriniging pun berubah menjadi Perhimpunan Indonesia, dan Perserikatan Komunis Hindia-Belanda mengadakan Kongres di Jakarta (Juni 1924) yang juga berubah menjadia Partai Komunis Indonesia. PNI Soekarno mencanangkan tahun sebuah propoganda politik melawan imperialisme, ia tak hanya turun ke daerah untuk menggalang dukungan tapi juga menerbitkan majalah “Persatuan Indonesia” pada 1928. Mereka itulah pemuda organik bangsa yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pemuda organik yang penulis maksud adalah pemuda yang dapat meleburkan diri ke dalam problematika bangsa dan membangun jembatan anatara “theori” dan “praktek” untuk memajukan masyarakat, hanya pemuda organik yang dapat menjadi revolusioner.

Menurut Pramoedya Ananta Toer, angkatan muda harus punya keberanian, kalau tak punya sama saja dengan ternak yang hanya sibuk mengurus dirinya sendiri. Pemuda Indonesia, mau tidak mua harus menjadi generasi muda yang cinta terhadap budaya bangsa Indonesia. Bukan malah bangga dengan budaya Amerika (penjajah peradaban). Biarkanlah budaya barat (Amerika) itu menjadi budayanya sendiri ketika ditemukan Columbus yang menghancurkan peradaban Indian (seperti Inggris yang menghancurkan peradaban Aborigin).

Bangkitlah Pemuda Indonesia!
Selamat Hari Sumpah Pemuda!
Tulisan ini sudah dimuat di Baraya post pada 28/10/2011
* Penulis Adalah Ketua GMNI Serang 2010-2012

Selasa, 09 Agustus 2011

PEMBANGKANGAN BELUM SELESAI!


‘’Pembangkangan belum selesai/Pemberontakan tak kan usai...”
Dua kalimat pembangkit spirit untuk selalu meneriakkan aspirasi atas nama penderitaan rakyat, menggalang aksi massa melalui gerakan moral dan gerakan intelektual agar kemerdekaan tak hanya merupakan simbol tahunan yang setiap tanggal 17 Agustus diperingatkan secara seremonial.
Tulisan ini yang bertema “Pembangkangan” ini semata-mata terinspirasi dari Pidato Bung Karno pada Pidato HUT Proklamasi, 1956 "Berilah isi kepada kehidupanmu" kutegaskan: "Sekali kita berani bertindak revolusioner, tetap kita harus berani bertindak revolusloner .... jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah jalan..." kita adalah "fighting nation" yang tidak mengenal "yourney's end".
Ironis! Parpol yang konon berpaham nasionalis dengan jargon kerakyatan terntaya juga tidak mampu membendung ‘rayauan pulau kelapa nekolim’ bahkan malah menjelma menjadi “babu penguasa”. Para nasionalis gadungan tersebut berjama’ah menghisap rakyat jelata dengan politik konspirasi untuk meneruskan penderitaan rakyat. Sementara mantan aktivis yang dulu menjadi ‘hantu penguasa’ malah asyik duduk manis di bawah penderitaan kaum marhaen yang sekarang mereka lupakan.
Pun para Ketua Organisasi kemahasiswaan di pusat malah mendadak eksklusif dan mengikuti jejak senior-senior (Alumni) yang sekarang hebat menjadi ‘kuda lumping senayan’ atau “koboy pemerintah daerah”. Wajar saja jika konsolidasi gerakan hanya sebatas retorika. ‘No Action Talking Only’ Nato!!!
Padahal jauh-jauh hari Bung Karno, selaku founding father berpesan "Laksana Malaikat yang menyerbu dari langit", jalannya Revolusi kita kutandaskan perlunya dilaksanakan "Landreform", perlunya dikonsolidasikan segenap kekuatan untuk menghadapi imperialis-kolonialis.[Pidato HUT Proklamasi, 1960]
Akhirnya tulisan yang penuh amarah ini Penulis tutup dengan mengutif perkataan Wiji Tukul, Aktivis Buruh yang hilang tak berjejak itu: “...Jika penguasa ibarat tembok, maka aku adalah rumput liar yang selalu tumbuh di tembok tersebut...”
perjuangan harus tetap ada, terlebih-lebih kader gerakan!
Salam Pebangkangan!

Kamis, 21 Juli 2011

Partai Politik Sarang Koruptor


Belakangan ini marak diberitakan oleh media massa tentang korupsi yang melibatkan tokoh partai politik. Korupsi memang telah menjadi budaya yang mewabah di negara ini, baik di tingkat nasional maupun daerah. Sehingga wajar kampanye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui stikernya bertuliskan “Awas! Bahaya Laten Korupsi.”
Kehangatan berita korupsi menjadi berita yang paling seksi di negeri ini meskipun sebenarnya hanya segelintir saja yang dikupas secara terang benderang. Sebut saja ‘skandal suap bersatu’ pada pemilihan Gubernur Senior BI, Miranda Gultom yang melibatkan politisi PDI Perjuangan. Juga sekarang santer diberitakan yang membelalakkan berjuta pasang Mata dan mengerutkan Dahi ketika awak media memberitakan skandal suap pada proyek pembangunan Wisma Atlet Sea Game Jaka Baring-Palembang yang memangkas dana sebesar Rp. 191 miliar.
Menariknya, ada parpol pemenang pemilu 2009 bermain di sana, sebuah parpol yang sangat dekat dengan Istana negara disebut-sebut menjadi pemeran utamanya. Bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin namanya melejit bagaikan artis papan atas yang lagi naik daun. Apalagi kasus ini dibumbui episode debat antar para politisi Demokrat itu sendiri yang memaksa SBY Selaku Dewan Pembina Parpol tersebut melakukan ‘atraksi marah-marah’. SBY yang juga Presiden RI itu semestinya malu dan segera meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena komitmennya memberantas korupsi benar-benar gagal dan hanya menjadi program halusinasi. Lebih parah lagi karena korupsi itu malah terjadi di teras partai pengusung sang Presiden sendiri. Ulah kader partai Demokrat yang menjadi pemain suap secara tidak langsung telah ‘menampar birukan bibir’ SBY. Ironis! Nazaruddinpun minggat ke luar negeri.
Menurut pengamat Politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin bahwa pemburu rente oleh partai politik nyaris terjadi di semua partai. “Partai lainpun seperti golkar akan kena Imbasnya. Partai PKS, PAN dan lain-lain kan sudah kena juga”. Stetment Burhanudin menjadi kata kunci penulis untuk tegas mengatakan bobroknya mental penggiat partai politik negeri ini. Karena melahirkan sistem pemburu rente yang menghisap kekayaan negara.

Quo Vadis
Partai politik (Parpol) bukan saja melahirkan dan menciptakan sistem yang korup tapi juga kelompok yang memberikan kontibusi besar terhadap pragmatisme dan praktek jual beli bangsa karena habitat parpol bercokol orang-orang yang haus akan kekuasaan, menumbalkan apapun dan dengan cara apapun demi terciptanya tahta kekuasaan.
Menurut Carl Friedrich, sebuah partai politik merupakan sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintah bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya. Jadi wajarlah jika parpol di Indonesia cenderung melahirkan politisi bandit yang doyan menghalalkan kekuatan politik yang bisa dimanfaatkan demi merebut dan mempertahankan kekuasaan infra struktur politik. oportunis dan pragmatis!
Tapi yang mengherankan parpol di negeri ini malah tampak ada ketika menjelang pesta demokrasi. Rakyat disajikan dengan slogan-slogan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan yang seolah-olah merupakan ciri perjuangan parpol tersebut. Kemudian rakyat digiring, dipakaikan kaos berlambang parpol berikut jargonnya. Lalu rakyat dipaksa bersorak tepuk tangan menjadi suporter dan akhirnya memilih sang jagoan saat berada di kamar TPS (Tempat Pemilihan Suara). Mirisnya, setelah parpol tersebut menang rakyat tetap masih menjadi keranjang sampah, sesekali menahan lapar dan melirik dapur yang memang tak ngebul secara lancar.
Pendidikan politik kepada rakyat mampet tersendat, karena memang tak ada pendidikan politik yang dilakukan oleh seluruh parpol di Indonesia. Padahal pendidikan politik sangatlah urgen dalam negara yang notabene penganut paham demokrasi. Parpol idealnya menjalankan program untuk kesejahterakan rakyat dengan kekuatan politik yang diamanatkan oleh rakyat. Terlebih parpol pemenang pemilu. Tapi ini justru malah sebaliknya yang terjadi, partai politik (baik pemenang maupun pecundang) malah semuanya bersatu menjelma menjadi pemburu rente. Berdiri di rel kekuatan politik masing-masing untuk melakukan kerja politik mengeruk kekayaan bangsa, korupsi secara sistematis dan massif dengan mengatasnamakan nasional interest (kepentingan rakyat banyak). Quo Vadis partai politik di negeri ini!

Anti Parpol
Parpol hanya siap melakukan dan membangun kekuasaan tapi tidak pernah siap membangun masyarakat pada tingkat penyadaran peruntukan kekuasaan itu sendiri. Jadi perubahan bangsa yang sesungguhnya harus berhadapan dengan parpol dan anti parpol karena parpol apapun nama, warna, lambang dan ideologinya tidak akan pernah menjadi solusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kembali ke jati diri bangsa, kembali menjadi bangsa indonesia yang sebenar-benarnya tanpa partai politik!





Penulis adalah Ketua DPC GMNI Serang
(Sudah Dimuat di BARAYAPOST, 4 Juni 2011)

Selasa, 19 Juli 2011

Aku Melihat Indonesia


Karya Bung Karno



Djikalau aku melihat gunung gunung membiru

Aku melihat wadjah Indonesia

Djikalau aku mendengar lautan membanting di pantai bergelora

Aku mendengar suara Indonesia



Djikalau aku melihat awan putih berarak di angkasa

Aku melihat keindahan Indonesia

Djikalau aku mendengarkan burung perkutut dipepuhunan

Aku mendengarkan suara Indonesia



Djikalau aku melihat matanja rakjat Indonesia di pinggir djalan

Apalagi sinar matanja anak anak ketjil Indonesia

Aku sebenarnja melihat wadjah Indonesia

Kekasihku Komunis


Karya : Edward | Dibaca : 2499 Kali

Silahkan Lihat dan Kunjungi Karya Anda di BLOG SUKAINTERNET
Visit www.SUKAINTERNET.BLOGSPOT.com

Walau bagaimanapun, kau adalah kekasihku

Meski darah Komunis mengalir ditubuhmu,

dan kau bukanLagi asli perawan utuh,

sebab kemarin kita saling memacu

" aku masih ingat saat kau kejang "

Saat itu kau panggil dan minta agar aku berjanji mengawinimu


Cukuplah kiranya, darah komunis mengaliri tubuh sintalmu

Kembalilah pada kemurnian Pancasila


Yah, Pancasila

Kembali, pada saat orang cadel berkata

" P-A-N-C-A-S-I-L-A "

Yah, kau benar, PANCASILA

Dengan kemurnian luruh darah merah putih.

Sabtu, 09 Juli 2011

GMNI BUKAN KOMUNIS!



Pernyataan Sikap DPC GMNI Serang, saat aksi 30 Juni 2011 di depan Kantor MUI Kabupaten Serang.

Salam Pejuang-Pemikir!
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah hasil proses peleburan 3 (tiga) organisasi mahasiswa, yaitu; Gerakan Mahasiswa Marhaenis Berpusat di Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka berpusat di Surabaya, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat berpusat di Jakarta. GMNI lahir pada 23 Maret 1954 yang berazaskan Marhaenisme Ajaran Bung Karno (Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan BerkeTuhanan YME) dan GMNI berideologi Pancasila 1 Juni 1945. jadi jelas tidak benar jika GMNI berideologi Komunisme sebagaimana stetment yang dikeluarkan oleh Ketua MUI Kabupaten Serang, KH. Syafe’i AN pada Seminar (24/6) di Auditorium Untirta.
Stetment yang dilontarkan oleh Ketua MUI Kabupaten Serang tersebut telah menciderai nama baik GMNI sebagai organisasi kader yang berbasis di kalangan mahasiswa. Apakah sudah mati naluri ke-Ulamaan Ketua MUI Kabupaten Serang sehingga lancang menyebar sesuatu yang tidak benar (fitnah)?
Seorang Ulama, semestinya selalu menjaga lisan dan perbuatannya. Memberi contoh dan menjadi contoh suritauladan yang baik. Tapi Ulama yang satu ini justru telah membangun konflik yang sangat menciderai GMNI.
Maka dari itu, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Serang menyatakan:
1. Mengecam Stetment Ketua MUI Kabupaten Serang, KH. Syafe’i AN yang memvonis GMNI Komunis.
2. Mendesak Ketua MUI Kabupaten Serang secara pribadi dan Institusi mencabut stetmentnya dan meminta maaf kepada GMNI melalui media massa (media lokal dan nasional )
3. Menegaskan bahwa GMNI Berideologi PANCASILA 1 Juni 1945.
4. GMNI 100% Nasionalis.
Merdeka!!!

DPRD BANTEN TIDAK MANUSIAWI!



Pernyataan sikap Aksi 22 Juni di DPRD Banten terkait Pengadaan Mobil Dinas Pinjam Pakai yang terindikasi Melanggar Peraturan perundang-ungangan;


Hidup Rakjat Djelata!
DPRD Banten sebagai wakil rakyat semestinya bercokol orang-orang cerdas, mempunyai naluri kerakyatan dan tentunya pro terhadap rakyat. Tapi itu semua tergerus dengan kepentingan pribadi yang selalu mendewakan fasilitas mewah tanpa frestasi kinerja yang membanggakan.

Mobil dinas adalah salah satu contoh fasilitas DPRD Banten yang membuat rakyat Banten terluka. Karena mengeruk dana Rp. 16,8 miliar. Bukan nominal yang sedikit. Ironis!

Lebih parah lagi, dana yang digelontorkan untuk menyediakan Mobil Dinas tersebut terindikasi kongkalingkong antara Legislatif dan Eksekutif karena ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP ) BPK 2010 yang menyebutkan Pengadaan Mobil Dinas tidak tepat peruntukannya.

Sampai saat ini, Mobil Dinas yang menjadi temuan LHP BPK itu masih saja dinikmati oleh Anggota DPRD Banten tanpa ada rasa malu dan niat yang baik untuk mengembalikan Mobil Dinas hasil konspirasi tersebut. Benar-benar tidak manusiawi dan sudah rusak moral Anggota DPRD Banten.

Berdasarkan temuan LHP BPK terkait Pengadaan Mobil Dinas tidak tepat peruntukannya itu. Maka, GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) CABANG SERANG menyatakan sikap:

1. DPRD Banten harus mengembalikan Mobil Dinas.
2. Mengecam Anggota DPRD Banten yang menerima Mobil Dinas.
3. Mengutuk keras Politik Konspirasi di DPRD Banten.
Merdeka!

“...Pejuang bukan hanya berjuang dengan teriakan tanpa makna, tetapi lebih berjalan atas nama hati nurani dan kejujuran...”(Bung Karno)

Sabtu, 02 Juli 2011

PANCASILA Adalah MARHAENISME dan MARHAENISME Adalah PANCASILA*


Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno dalam pidatonya yang khusus menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI mengenai apa itu filosofie groundslag atau dasr negara dari Indonesia yang akan dimerdekakan itu, menawarkan lima prinsip groundlag terdiri dari:

a. Nasionalisme;
b. Internasionalisme/humanisme
c. Demokrasi;
d. Keadilan;
e. Dan ke-Tuhanan...

Kelima prinsip yang ditawarkan oleh Bung Karno itu disebut jua PANCASILA.
Bung Karno juga menawarkan alternatif berikut, bahwa kelima rumusan itu juga masih bisa disederhanakan lagi, menjadi cukup tiga prinsip saja, yaitu:

a. Sosio-nasionalisme (gabungan pemadatan nasionalisme dangan internasionalisme);
b. Sosio-demokrasi (gabungan demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi), dan
c. Berketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga prinsip itu oleh Bung Karno disebut juga sebagai TRISILA yang notabene sesungguhnya itu merupakan formulasi terbaru dari MARHAENISME sebagai hasil perenungan Bung Karno dan kemudian menjadi asas perjuangan organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Bahkan semua perenungan itu (baik yang versi 5 prinsip maupun 3 prinsip) oleh Bung Karno juga masih bisa diringkas lebih padat lagi menjadi satu prinsip UTUH kebersamaan, yaitu: GOTONG ROYONG atau disebut EKASILA.
Tawaran Bung Karno itu ternyata diterima aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI, baik itu kalangan yang mewakili golongan Islam maupun yang mewakili golongan nasionalis.


*Disampaikan pada saat Kajian Routin Wahana Institut (WI), 4 Juli 2011

Selasa, 08 Maret 2011

GERAKAN PEDULI DARSEM





Selamatkan Darsem dari Pancungan!

Darsem adalah seorang wanita TKI asal Subang –Jawa Barat yang membunuh lelaki berkewarganegaraan Yaman bernama Walid -- yang beralamatkan di Distrik Al-Uraja, sebelah Selatan Kota Riyadh--setelah menjalani proses hukum, Darsem binti Daud Tawar divonis hukuman mati (pancung) pada Juni 2008. Akan tetapi, setelah mendapatkan maaf dari salah satu ahli waris korban. Darsem kemudian bisa dibebaskan dari hukuman mati (pancung) jika diganti dengan diyat sebesar 2 juta Riyal atau senilai Rp 4,7 milyar. Peristiwa kasus pembunuhan Walid terjadi pada Desember 2007. Darsem membunuh karena ingin membela diri ketika hendak diperkosa.
Darsem membutuhkan seluruh bantuan seluruh warga Indonesia yang peduli kemanusiaan terlepas apapun perkaranya. Darsem dan seluruh TKI berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Sempitnya lapangan pekerjaan membuat nekat untuk menjadi TKI. Peristiwa Darsem mengingatkan kepada seluruh pemangku kekuasaan di Indonesia (tak terkecuali Pemerintah Provinsi banten) untuk segera membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya sehingga tak perlu lagi untuk menjadi TKI karena resiko TKI sagatlah berat.
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) CABANG SERANG, Sebagai Organisasi yang berjuang bersama rakyat dalam mewujudkan Sosialisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD’45 berpartisifasi untuk mengurangi beban Darsem karena pemerintah sudah tidak mampu melindungi Bangsanya sendiri dan selalu lamban dalam bertindak. Stop Eksploitasi Manusia!
Merdeka!
Marhaen Menang!



Anda Bisa Salurkan ke Nomor Rekening DPC GMNI SERANG
0011766080100 BANK JABAR BANTEN a.n Nining Rodianah (BENDAHARA)

Sabtu, 05 Maret 2011

Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922)



Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009

Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka (1897-1949) dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak otoritas koloni. Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Dia menjadi ketua Partai Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja oposisi terhadap pemerintahan Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap oleh tentara Indonesia dan dieksekusi.

Kamerad! Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.
Saya harus mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus membentuk sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner. Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim, Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya, seberapa jauh kita akan terlibat?
Metode boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan imperialisme Inggris, dan lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di timur. Kita tahu bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu bahwa para pemimpin Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham seperti halnya setiap kaum revolusioner disana: bahwa sebuah pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi kita kaum Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa, mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?
Pan-Islamisme adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner.
Hingga tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.
Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]
Saya datang dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[Tepuk Tangan]
Para anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda kita lagi.
Sejak awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.
Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [Tepuk Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.
Ketika sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami, jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]
Tapi ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang sangat mendadak.
Tapi sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.], dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad, kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan, Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.
Jadi Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.
Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?
Saya akhiri pidato saya. [Tepuk Tangan Meriah]

Jumat, 04 Maret 2011

PSSI Versus MENPORA


Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) seyogyanya adalah Organisasi tertinggi yang menjadi kebanggaan penikmat sepak bola nasional. Namun kenyataannya berbalik karena krisis prestasi pesebakbolaan Indonesia yang kian miris di bawah pimpinan Nurdin Halid membuat para pencinta Sepak Bola Indonesia berang melihat Timnas Muda (U23) dan Timnas Senior masih belum bisa membuat penonton tersenyum bangga. Sebuah krisis prestasi yang berujung sakaratul maut!
Di ajang AFF, Timnas Senior belum pernah mengecap juara, bahkan harus pasrah dipermalukan oleh Malaysia di final pada akhir 2010 lalu meskipun tidak terlepas dari perjuangan pemain naturalisasi. Februari 2011 stadion Jaka Baring Palembang menjadi saksi abadi kekelahan Timnas Garuda (U23) pada praolimpiade yang harus puas dicukur tim tamu. Ada apa dengan PSSI? Human error atau Sistem error? Kerinduan masyarakat Indonesia sudah sangat berkarat, penantian prestasi Timnas Garuda kebanggaan yang tak kunjung datang. Karena taksa dipungkiri Sepak Bola merupakan olahraga rakyat yang tidak akan ada mati-matinya di Negeri ini. Dan tidak mengherankan jika Suporter Indonesia terkenal paling fanatik di Dunia melebihi Suporter Inggris.
Beberapa hari ini marak di dunia massa menyoroti aksi Suporter sepak bola yang berunjuk rasa di berbagai daerah menuntut Revolusi PSSI dengan menjungkal Nurdin Halid walalupun ini bukan aksi yang pertama kalinya. Gelombang aksi makin memanas dengan bumbu-bumbu pro-kontra terhadap Ketua PSSI dua periode tersebut. Akibatnya juga fatal terjadi bentrok dua kubu pro-kontra seperti yang terjadi di Makasar dan Jakarta. Fenomena latah dari Revolusi Mesir dan Libya yang bentrok antara pro dan kontra?

Pamer Kekuasaan
Gelombang aksi ribuan Suporter yang menuntut Nurdin Halid turun dari kursi ketua PSSI cukup sporadis setelah tim verifikasi PSSI mengumumkan dua calon ketua PSSI yang lolos seleksi, Nurdin Halid dan Nirwan Bakri. Tim verifikasi mantap mendiskualifikasikan dua pesaing Nurdin, George Toisutta dan Arifin Panigoro yang berbuntut banding. Percikan api dari komite pemilihan ketua PSSI itulah memancing kemarahan ribuan pecinta sepak bola Indonesia. Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng ikut bernyanyi dengan lagu intervensi menyerukan koreksi terhadap hasil verifikasi komite pemilihan PSSI dan mengancam akan memberikan sanksi jika tegurannya itu tidak diindahkan. Padahal jelas menurut ketua komite Banding, Tjipta Lesmana, Stetment Menpora telah melanggar Statuta FIFA yang melarang setiap bentuk intervensi dan campur tangan pemerintah. Komite Bandingpun merasa tertekan dengan intervensi Menpora. Akhirnya Komite Banding mengagetkan seluruh pencinta sepak bola nasional dengan keputusan menolak banding George Toisutta dan Arifin Panigoro serta menganulir Nurdin Halid dan Nirwan Bakri sebagai calon ketua PSSI. Sebuah keputusan yang terkesan tanpa solusi konkret.
Polemik Pro-Konta PSSI versus Menpora menjadi isu seksi yang tak bisa dilewatkan. Ketua DPR Marjuki Ali turut menanggapi kontroversi PSSI, menurut Marjuki PSSI harus lebih terbuka karena PSSI bukan milik partai politik dan PSSI merupakan ruang publik non partisan.
Perseteruan antara PSSI versus Menpora bukan konflik spesial yang pro terhadap revolusi Sepak Bola Indonesia. Perseteruan ini hanya sebatas adu gengsi pamer kekuasaan antara dua kubu rezim. Keduanya masing-masing mempunyai dua warna dominan “Si Kuning dan Si Biru” yang memang terlihat kurang harmonis pasca adu otak di paripurna mafia pajak. Politisasi benar-benar merambah ke berbagai penjuru!

Revolusi PSSI
Nurdin Halid merupakan sosok kontroversi.Mantan Manajer PSM Makasar ini pernah tersandung pidana korupsi yang ‘memaksa’ ia memimpin PSSI dari balik jeruji pada tahun 2003 sampai 2005. Nurdin figur yang super kebal terhadap kecaman,, ia tetap tegak berdiri dalam naungan panji-panji PSSI. Belum ada tanda-tandanya untuk turun dari tahta PSSI. Walaupun sebenarnya dia sadar bahwa dalam kepemimpinannya Sepak Bola Indonesia miskin prestasi. Kader Golkar satu ini benar-benar pantang mundur bahkan ia berdalih bahwa aksi Suporter yang mengecam dirinya itu salah sasaran. Tak ayal Bos Golkar, Aburizal Bakripun unjuk bicara dan siap memberi dukungan kepada kadernya yang menurutnya sekarang terzolimi.
Isu Revolusi PSSI dari ribuan Suporter Indonesia adalah suatu yang mutlak bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan luas dan mendasar dalam hal struktur, sikap dan prilaku individu di dalam organisasi PSSI. Itulah yang menjadi tuntutan bersama para suporter pecinta sepak bola Indonesia. Sepak Bola Indonesia akan maju jika secara berkala PSSI mendidik bibit-bibit pemain muda dengan cara kompetisi, dan pembinaan pemain berbakat secara periodik serta didukung oleh perangkat pengurus yang benar-benar berupaya untuk memajukan Sepak Bola nasional.
Delapan tahun sudah Nurdin Halid menjadi ketua umum PSSI, layaknya cukup sudah manusia super kontroversi itu memimpin PSSI melihat kinerja, sepakterjang sang ketua yang selalu tak memenuhi target alias Gagal...! tidak ada prestasi, miskin gelar dan jauh dari kebangggan. Garuda tetap didadaku!




Penulis Adalah Ketua DPC GMNI SERANG
Penikmat Sepak Bola Indonesia,
(Artikel ini sudah dimuat di Baraya Post,2 Maret 2011 )

Jumat, 14 Januari 2011

Tragedi MALARI, Peringatan Sejarah

“Mahasiswa sejati adalah mahasiswa yang progressif-revolusioner, mahasiswa sejati adalah mahasiswa yang menyuarakan suara rakyat.” (Bung Karno)
Hari ini (15/1), 37 tahun yang silam, terjadi Peristiwa Malari (Malapetaka Januari) yang dilukiskan oleh sejarawan Australia M.C. Ricklefs sebagai "salah satu huru-hara paling buruk di ibu kota sejak jatuhnya Soekarno".
Pada 37 tahun yang lalu, di awal pemerintahan Soeharto, tepatnya pada tanggal 15 Januari 1974, mahasiswa menunjukkan keprihatinan atas kondisi perekonomian bangsa. Penanaman Modal Asing (PMA) sangat berlebihan sehingga investor asing sangat mendominasi perekonomian bangsa. Puncaknya adalah dengan peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari 1974 (Malari), ketika Hariman Siregar sebagai ketua Dewan Mahasiswa UI (1973-1974) memimpin aksi pengepungan di Bandara Halim Perdana Kusuma. Peristiwa itu sebagai bentuk penyambutan kedatangan PM Jepang Tanaka Kakukei yang berkunjung pada 14-17 Januari ke Indonesia.
Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.
Malapetaka 15 Januari 1974 yang lebih dikenal “Peristiwa Malari”, tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan.
Semoga sejarah Tragedi paling parah pasca lengsernya Bung Karno itu bisa memberi sedikit peringatan kepada rezim pemerintah pusat dan rezim pemerintah daerah untuk lebih ‘waspada’ atau ‘stop’ menjalankan Virus Drakula Neolib yang menghisap darah segar rakyat pribumi itu. Karena sejarah mungkin berulang!
Keberanian aktivis Hariman Siregar, dkk merangsang libido spirit gerakan untuk lebih progressif-revolusioner agar mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control tak hanya menjadi jargon belaka.
Merdeka!