Minggu, 31 Agustus 2008

OPAK 2008


Dipaksa action bareng Peserta Opak 2008-sore menjelang malam- Opak terakhir (29/08). Sedot terus cerutunya Coy...hehee....yang di samping cakep gk bro? dilelang...hehe (gue juga lupa namanya)..heemmmmm



.......Malam Inagurasi Opak (Orientasi Pengenalan Akademik) 2008...karena cape jadi panitia, biar plong gue pun ikut jingkrak-jingkrakan (29/08). apalagi pas denger lagu bendera-Coklat-...
buru-buru gue ke depan...hehee

........................................Goyang Mbak....Meskipun cuma Jempol Loe doang!haha

Kamis, 14 Agustus 2008

BENALU RAKYAT


Gegap gempita cahaya bulan

Enggan untuk redup

Bumi binasakan kenistaan

Hanguskan rimba kebohongan

Binal liukan manja benalu

Merangkai pohon rindang

Ada ketergantungan

Merambah ke hulu

Hiasan unik nyentrik

Lambaikan mahkota kebanggaan

Rakyat Tersenyum pilu

Tertawa muak

Mati sisakan nama

Hilang tanpa makna

Makanan sisa pelampiasan

Terinjak kaki koruptor

09/08/08 12:43

Selasa, 12 Agustus 2008

Hasrat “Membabi Buta”


Masa lalu tak harus jadi ingatan, tapi ada seorang “gadis manis” bilang kepadaku bahwa hari ini adalah bagian dari masa lalu. Saat berbicara doeloe atau dengan kata kiasan zaman firaun ngojek atau zaman sumpah palapah, aku sering tertawa sendiri. Bagaimana perkembanganku waktu kecil dimanjai dengan seragam aparat hukum oleh bapakku –dari seragam polisi, angkatan laut sampai Abri- itu wajar saja karena doeloe saat kecil, ketika ditanya oleh sanak keluarga, aku selalu bilang ingin menjadi ABRI karena ingin punya tembakan. Untuk saat ini, jujur aku sulit untuk berbicara masa depan. Masa yang belum jelas kejadiaanya. Apakah mungkin seorang anak nelayan biasa yang berasal dari pesisir kepulauan Bangka Belitung, tepatnya di desa Tanjung Sangkar -Lepar Pongok ( Bangka- Selatan ) mampu jadi kebanggaan tanah leluhur?
Tanya ini sering jadi lamunanku saat menjelang tidur. Apa mampu? Akankah malu yang diterima jika semua jadi semu. Atau hanya menjadi penyesalan yang tiada akhir? kesuksesan tidak dinilai dari keberhasilan tapi bagaimana prosesnya, begitu kata yang pernah aku dengar dari seorang teman. Banyak sudah energi yang ku habiskan dalam berproses. Demi kelangsungan hobiku yang doyan dunia politik, aku berproses aktif disalah satu organisasi yang beasaskan Marhaen Bung Karno, yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). atau mengingat hobiku yang sering berlama-lamaan hanya sekedar nongkrong rutin di kantin kampus, untuk mencari issu berita demi almamater yang aku sandang sebagai insan jurnalis kampus.
Keaktifan aku di salah satu gerakan mahasiswa demi hasrat yang ingin menjadi pengambil kebijakan di daerah asalku atau setidaknya belajar jadi pemimpin dengan berorganisasi. Tapi ada tekad besarku “membabi buta” menjadi jurnalis handal atau penulis lepas yang mencerdaskan. Aku sadar bahwa tulisanku jauh dari paripurna (mungkin membosankan pembaca). Mengasah tulisan agar berkembang demi kualitas diri yang telah memilih menjadi penulis merupakan program prioritasku. meski aku tahu belum ada karya yang berarti yang telah aku persembahkan.(heeheeeeeeey).
Sering aku berkhayal, indahnya dunia jika suatu saat nanti (entah kapan) karyaku menjadi best seller selalu ditunggu-tungu oleh pembaca. Tulisan yang merangsang pembaca untuk berempati dengan koar yang ku tuangkan. Undangan numpuk untuk diminta mengisi pelatihan atau seminar. Wah sungguh khayalan tingkat tinggi yang sulit untuk ku gapai.
Ketakutan terus membayagiku. dia mengejar, menghimpit dan terus mengikuti kemana aku melangkah. Kadang bayangan itu mengancam jika aku terlena tanpa kegiatan apapun. Meskipun hanya Ancaman halusinasi tapi ancaman itu keras dan ganas. Sesuatu malapetaka besar-melebihi tragedi bintaro atau tsunami aceh- akan datang jika aku gagal. Kadang halusinasi itu memberi motivasi tepat waktu ketika kondisiku sedang labil alias mumet.
Ada seorang teman karib dari seberang sana (teman SMP). Dia selalu bertanya ‘Joe kapan jadi wartawan beneran?- pertanyaannya sempat membuat aku sesak, pertanyaan itu sering menjadi kata pengantar ketika dia menelponku-karena dia tahu kalau aku aktif di pers kampus, LPM SiGMA- aku jawab dengan sekena ku, “ini dah jadi wartawan, wartawan kampus…” heheey. Diapun ikut tertawa. Meskipun aku tidak tahu itu tipe ketawa ngejek atau ketawa kekecewaan.
Kapan aku bisa duduk sama rata berdiri sama tinggi, sejajar satu meja –dengan yang lain-untuk mengupas dan mengulas issu. Menjadi jurnalis professional?

09/08/08/ 14: 22

Jumat, 08 Agustus 2008

Tangisanku Amarah Bagi Bapak


Waktu kecil-sekitar umur enam tahunan gitu deh. aku selalu dekat dengan my bokap nu ghokil tea. saking dekatnya setiap bapak yang doyan ngisep rokok Surya ini bepergian selalu aku buntuti. dari pergi ke laut-my bokap adalah pelaut ulung-hehey sampai maen gaple bareng teman-temannya selalu aku ikuti. ya! begitulah bokapku yang super gaul-bergaul dengan siapa saja-sikapnya yang ramah, murah senyum-sering diobral kalee-membuat aku betah berlama-lama berbicara dengannya. setiap pulang mudik-ketika nyampe rumah-aku selalu menanyakan kemane ba' (kemana bapak?). kadang ku sempatkan untuk ngobrol-ngobrol dan nonton bola bareng dengan ditemani cemilan sekadarnya. nah mungkin juga diriku terkontaminasi oleh sifat bapakku.heee! "buah apel emang tidak jauh jatuh dari pohonnnya."
Masa-masa lucu penuh tawa dan canda saat disisi bapakku. dia tidak keras tapi tegas. ya! bijaksana kalee...kebijaksanaannya imenurut ingatanku saat mau marah dia selalu senyam-senyum dan menyuruh aku untuk minggat dari pandangannya sebelum kemarahannya klimak. dia tak pernah memanjakan aku (boro-boro)haha

ada kisah unik yang pernah terjadi pada diriku. terjadi waktu aku kelas 4 SD. tempat sekilahku berada dikawasan pemukiman suku Bugis-pendatang dari Sulawesi- waktu itu selalu terjadi ketegangan antara pribumi asli (disebut suku Melayu) dengan pendatang ( Suku Bugis). anak-anak Bugis sering mengindimidasi anak melayu. berantem gitu deh! karena aku muak melihat anak-anak Bugis yang sok jagoan, pernah aku membawa golok bokapku yang aku ambil dari tempat penyimpanannya untuk sekedar unjuk bela diri. setiap pulang sekolah aku bersama teman-teman melayu lainnya sepakat mengajak anak bugis sparing dilapangan bola-tempat orang2 kampung berlatih-yang tidak jauh dari sekolahan. perkelahian kecil terjadi satu lawan satu, tapi tidak sampai mengeluarkan golok yang tadi aku bawa karena musuh kami tidak bersenjata-lagian tadi hanya keisengan diriku-maklum anak kecilll...heheeey
itu terus terjadi, dan ngak tahu siapa kalah dan menang. karena setiap ada yang nangis baik pasukan melayu atau bugis langsung mengunakan jurus alternatif langkah seribu alias kabuuuur....

ya!hari-hari di sekolahku selalu bersitegang, hari na'as bagiku. kelabu yang mencekam. saat aku melewati belakang sekolahan dengan seorang diri. ternyata di situ ada pentolan bugis yang badannya besar, Kona' namanya. langsung dia menarik leherku dan memukulku mukaku yang imut (item mutlak). sebenarnya aku sempat melawan, tapi karena badannya memang terlalu besar untuk ukuran tubuhku yang semampai (semeter tidak samapai)hehee! setelah kejadiaa itu aku lari terbirit-birit dengan tangisan merdu, lantang (cengeng,,,,..banget)

Spontan aku langsung pulang kerumah - melapor kepada bokap- karena menurut tradisi yang aku ketahui orang tua disana selalu membela anaknya meskipun anaknya salah.tapi lain dengan bokapku, bukannya membela tapi dia marah besar dengan diriku yang lemah, cengeng dan pengecut. dia membentakkku "jangan pulang keumah kaluk nages, cepet kehane pulik lawan die. jangan takut, awas hekali-kali ,pulang keumah nages gara-gara betinju kala" (jangan pulang ke rumah kalau nangis, capat kesana lagi cari dan lawan. jangan takut.awas ya sekali-kali lagi pulang kerumah nangis karena berantem kalah). itulah pesan bokapku yang menjadi pelajaran berharga bagiku.
(Bersambung)

Senin, 04 Agustus 2008

Ayo Bersuara!



Berteriak bebas lantangkan suara pedas

Ciptakan tulisan ganas

Sebagai bentuk kreatifitas

Demi kebenaran

Tunduk itu perlu tanda tawadhu

tunduk pada tirani

Sama dengan banci

Banci saja berani

Pejabat kaya luar biasa

Kaya karena mencuri

Memakan harta rampasan

Tak perlu jadi banggaan

Kaum tertindas makin tersikat

Tersikut bangkrut gulung tikar

Borjuis semakin bengis

Najis!

23:23/030308

Sang Pencabut Nyawa Dari Jombang


Mata terbelalak lebar ketika menyaksikan berita di sebuah station televisi swasta, santer media massa menceritakan kesadisan Ryan, Penjagal dari Jombang. Ryan mungkin terobsesi menjadi malaikat pencabut nyawa atau memang itu cita-cita lelaki kemayu yang katanya mantan guru ngaji tersebut.

Ternyata tidak hanya media massa yang aktif mempopuliskan Ryan. Demam Ryan juga terjadi di sekitar komunitasku. Ryan sering jadi bahan olok-olokan dan penghangat situasi, karena hanya sekedar berkata “Ryan loe, mirip Ryan ya si ini” kemudian disambut spontan oleh tawa berantai teman-teman yang terbahak-bahak. (mungkin termasuk yang lagi baca ini, mirip banget ama Ryan, gay n killer… takuuuttttt)

Berita Gay Ryan menurut saya hanya mengalihkan issu kenaikan BBM dan kematian mahasiswa Universitas Nasional (UNAS), Maftuh Fauzy yang gugur pasca kebijakan pemerintah yang nekat kumandangkan kenaikan BBM .Rating berita Ryan melonjak tinggi dan entah sampai kapan berita itu redup. Atau mungkin sampai di film-kan seperti aktor sadis lainnya, sebut saja Dukun As dan Kanibal Sumanto. Semakin hari semakin gila (mau kiamat kale bro). Manusia di kubur dekat rumahnya sendiri, apa dia tidak takut gentayangan. (hikh…hikh..seremm, jadi merindinng bulu…bulu apa ya! hehe).

“Bangkai di manapun disembunyikan pasti ke bau juga.” Pepatah kolot yang cocok buat Fery Idham Heryansah alias Anto alias Ryan tersebut. Sebenarnya Ryan hampir menumbangkan pepatah kolot di atas jika bangkai yang ia sembunyikan tidak diketahui. Kegagalan Ryan adalah keberhasilan yang tertunda buat dirinya. Ryan berhak masuk jeruji besi atas tindakannya dan siap terkenal. (Selamat ya Ryan!hmmmmm).

Semoga yang ingin berbuat serupa dengan Ryan bisa lebih kratif dan inovatif. Berpikir jernih dan lebih hati-hati agar tidak ketahuan. Jadilah penjagal yang cerdik, kanibal yang pintar dan dukun yang sakti agar bebas dari penciuman aparat hukum. Sebuah pesan buat siapa saja yang berminat melanjutkan program kerja aktor Ryan, Sumanto atau Dukun As. (kamu mau?met mencoba aja dah…,haha).

23:05/020808

Sabtu, 02 Agustus 2008

Ne' jadi ape ngka nie


"Mentari tak lagi hagat/Air mati kesejukan/Es tak mampu dinginkan Ia/pun api tak kuasa membakarnya/karena Ia tanpa batas"
Sebuah Renungan!

Dialektika, segumpal kamuflase diriku yang yang terjerak ke lubang status quo-nya kehidupan. menjalar panjang ke utara-selatan, timur-barat, lalu bergerilya kesana-kemari, sebaliknya terus berotasi tanpa kenal lelah. Mimpi, ya mungkin hanya secercah mimpi manis sang rantauan kecil seperti diriku. senyum itu bayangi alur yang berbasis kedamaian, cinta dan berbagi kasih. kehidupan keras penuh duri, derita mungkin juga memhembuskan keringat darah yang amis bukan kepalang. sebuah desahan manis untuk semua yang telah menemaniku-doeloe-sekarang ini-kawan! kerasnya tanah rantauan yang ku tempuh, memberi arti kehidupan. meskipun kadang tak mau jua bersahabat serta angkuh memusuhi.

Saat termangu ria. terbesitlah hasrat yang selalu mengusik ketenangan, galau bercampur ambigu. cita-cita yang terus berkobar untuk membuat semua senang, semua riang gembira serta tertawa lepas tanpa beban. tapi mampukah khayalan itu terwujud? keganasan pikiranku penuh anarki. megerucut -klimaks pada satu titik kebahagiaan dan kesuksesan. tak terharapkan kegagalan yang menikam, penyesalan yang berat, tindakan super bodoh. jika itu terjadi.

Apakah sudah cukup, jika aku korek masa orientasi, adaptasi yang sekarang ku geluti. mencoba rakus, menyelam minat dan bakat demi eksistensi diri. tertelan jua rasa pahit, asin ,manis dan asam dalam separuh pencarian status diri ini. dambakan eksekusi di penghujung pencarian yang belum ending-nya.

Lidah yang berbusa dan kata yang berbisa menjadi motivator yang dasyat. apalagi itu terlahir kurang lebih 15 tahun yang lalu. kalimat yang terus aku ingat. "ne' jadi ape ngka nie" (mau jadi apa kamu nanti, bahasa bangka). ya kalimat yang tersusun dari lima kata itulah pemicunya. yang di cetuskan dang ketus oleh seorang Ibu (tetangga),koar nya dengan nada tinggi. Melabrak Joe kecil. Itu terjadi tatkala karena ulah nakalku yang konyol, berantem (berkelahi) dengan si cenggeng (anak tetangga). laki-laki kecil berbadan kurus berkolaborsi tinggi (udah kurus tinggi dan cenggeng lagi,heee) .

Kata tetangga tadi selalu jadi ingatan, agar aku bisa sadar siapa diri ini dan mau jadi apa nanti. hujatan berharga buat Joe ingusan pada saat itu. meskipun hanya lima kata yang disemaikan olehnya kepada Joe yang memang lucu dan lugu (sekarang juga masih kaleee,heee) , tapi bagiku itu semua bagai dicambuk dan mengeluarkan darah segarku yang masih perawan.