Sabtu, 20 Juni 2009

Jangan Malu Hanya Baru Jadi Pembaca

Oleh Joe Siregar

“Kita hidup dalam peradaban otak, bukan hidup dalam pradaban otot,” slogan yang saya baca diwebsite persatuan pers mahasiswa Indonesia, kata-kata itulah yang membuat darah muda saya bergetar. Ternyata otak lebih menang ketimbang otot dan saatnya perang dengan pemikiran. bukti terbaru manusia aneh Limbad, Sang Pesulap yang mengandalkan Otot tersisihkan oleh Joe Sandy yang hanya mengandalkan logika pada tayangan salah satu program TV Swasta yang memperebutkan gelar The Master.
Simpan golokmu!asah penamu! juga sangat fenomenal di telinga penggiat kuli tinta ‘memaksa’ untuk menyiapkan segudang amunisi argumentasi. Tulisan di lawan dengan tulisan, argumentasi ditendang dengan argumentasi. Hal itu pernah dilakukan oleh Bung Karno dan M. Natsir sebelum Indonesia diproklamirkan. Begitu juga dengan tulisan ini mencoba membuka cakrawala berfikir bahwa penonton (pembaca) bukan berarti miskin karya. karena penonton (pembaca) merupakan pendukung utama akan keberlangsungan media massa itu sendiri. Pembaca dan penonton sebenarnya raja. sama seperti pembeli yang disebut raja dalam dunia perdagangan raja, bebas mengatur hidupnya, bebas melakukan kebijakan-kebijakan politik, semua terserah pada Raja. Bebas mau membaca apa saja, menonton apa saja, serial komedi, sinetron, action, adventure dan drama romantis. Tak kan ada penerima Piala Citra, panasonic award, Nobel dan penulis best Seller jika penonton dan pembaca tidak berperan.
Berawal Dari Baca
Anak bangsa (Baca; Indonesia) harus up to date mengakses informasi, apalagi berita harian yang setiap hari berubah dan berkembang. Menguasai informasi sama saja mempersempit ruang pembodohan, agar benar-benar sejarah kelam Indonesia terjajah selama tiga abad lebih tidak terulang kembali. Membaca jalan satu-satunya Menguasai informasi dan generasi yang cerdas adalah generasi yang banyak membaca.
Penulis buku trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) , Ahmad Tohari berpendapat, semua pengarang itu sebelumnya pembaca yang rakus. Pembaca yang tidak pernah kenyang, selalu lapar dan haus akan informasi.
Misalnya Tanmalaka, orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia yang terkenal dengan Buku Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, dan Massa Actie (1926) jauh sebelum Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).
Buku Naar de Republiek Indonesia dan Massa Actie itulah yang kemudian menjadi santapan bergizi faunding fathers sehingga tergugah melahirkan karya baru demi teriptanya Indonesia berdulat, berdikari , bermartabat, adil dan makmur.
Bung Karno salah satu seorang pembaca yang rakus. Bung Karno menghabiskan buku karya Tanmalaka dan tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat . tidak hanya sang proklamator yang terinspirasi dari karya besar Tanmalaka. Pencipta lagu wajib yang semua anak bangsa pasti tahu dan hafal betul. W.R. Supratman juga telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan kalimat ”Indonesia tanah tumpah darahku” ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami dari Massa Actie.

Jadilah Pemenang
Bung Karno dan W.R. Supratman pernahkah merasa malu ketika dulu baru hanya menjadi pembaca? merasa malu kalau karya mereka terinspirasi dari orang lain? Founding Fathers malah menjadi pemenang yang tak hanya hidup ratusan tahun. Tapi mereka kekal, hidup selamanya. Dikenang setiap generasi.
Tak salah ibu mengandung, ungkapan klasik pemberi spirit kebangkitan dalam setiap langkah, artinya tak ada yang salah dalam hidup ini, semua mengikuti arus. Tak ada yang salah hanya jadi kutu buku! Hanya jadi penonton! Semua mengalir, menyambung apa adanya berdasarkan porsi dalam mengejawantahkan hobi sehingga menjadi minat dan bakat. Karena hidup berawal dari mimpi, begitu kata Bondan Feat 2Black.
Terus membaca dan membaca. Jadilah pemenang! Dan yang terpenting jangan malu hanya baru menjadi pembaca!