Rabu, 18 Februari 2009



Warning
profil singkat:
Tampang sih kaya "politisi prematur,"
hobinya megobral jaanji-janji surga (JJS), pemuda yang tak punya tampang akademis. meski berwajah proletar-jauh dari borjuis- ini orang narsis BGT euyyy ,penganut politisi abu-abu tulen, bahkan hitam pekat.
prinsip ideologinya pragmatis dan uportunis.
jangan dipilih calon koruptor seperti ini.(^_^)

GOLPUT DIVONIS HARAM



Sebuah Fatwa Gegabah
Oleh Juanda el-Bangka


Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menuai kontroversi dengan fatwanya yang cenderung irasional. Keputusan MUI yang kurang etis tersebut salah satunya dengan mengharamkan golongan putih (Golput). Tak habis pikir, apa itu tanda ketidakmampuan KPU menggelar pesta demokrasi tertinggi di Negara berlambang burung garuda sehingga MUI dijadikan batu loncatan. Atau memang benar apa yang dikatakan oleh salah satu tokoh NU distasiun swasta beberapa waktu yang lalu, secara tegas menyindir kebobrokan KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang konon bercokol orang-orang pintar.
Menurut hemat saya, golput merupakan pilihan demokrasi seseorang, privasi yang tidak boleh dipaksakan, bukankah hidup merupakan pilihan. Dan golput sendiri bentuk sebuah demokrasi. fatwa MUI justru mengkungkung demokrasi dan sebuah pembodohan publik. Kampanye anti golput -dengan mengharamkannya- dijadikan hukum absolut. Apakah tidak ada cara yang lebih efektif. Haram merupakan hukum yang mau tak mau jangan dilaksanakan, dan berdosa besar bagi yang melanggarnya. Begitulah pengertian haram dimata masyarakat awam. Ada guyonan teman yang nyeletuk menyikapi fatwa MUI yang terlihat gegabah itu,’Sekalian aja semuanya diharamin biar pada taat’.
Kata-kata seorang teman tersebut wajar terucap, karena MUI seolah-olah mempunyai hak Veto yang terpimpin sehingga harus dipatuhi. Golput bukanlah masalah aqidah dan mua’malah, hanya hasrat dan kepedulian terhadap kepemimpinan. Taat kepada pemimpin (ulil ‘amri) yang dijadikan pedoman untuk mengharamkan golput. Tapi harus diingat, Indonesia bukanlah Negara agama, tapi merupakan Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD’45 yang tidak bisa digangu gugat keberadaannya.
Semoga MUI lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi fatwa-fatwanya demi keutuhan Bangsa dan Negara, dan mohaon untuk meninjau kembali fatwa yang sudah terlanjur diikrarkan dan menghebohkan itu.
Fatwa MUI itu berdasarkan politis, bukan berlandaskan theologis. Fatwa yang cacat dan tidak ada qias ulama terdahulu. Apakah fatwa haram yang diucapkan MUI tersebut sama dengan vonis haramnya miras, berzinah yang telah ditegaskan alqur’an dan qias.
Tapi, jangan terlalu diributkan, itu dinamika politik dan hukum di Indonesia, yang terpenting tetap jaga persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Republik Indonesia. Jelasnya, NKRI harga mati dan fatwa MUI terlalu kecil untuk menggoyahkan bangsa ini. (***)

Rabu, 04 Februari 2009

TIMAH MEMBUNUH BUMI

Bumi Indonesia yang aku pijak kini begitu panas dan gersang. Indonesia sejuk, dengan semilir angin sepoi-sepoi dan nyiur melambai hanya tinggal nyayian rayuan Sang Kelana. Saat ini mata silau dengan kesilauan matahari yang kian menggigit. membakar penghuninya, Si Kholifah Bumi.

Bangka belitung, propinsi yang baru berusia delapan tahun itu adalah tempat kelahiranku. Tepatnya dipulau bangka aku dilahirkan. Kepulauan itu memang sejak dahulu kala terkenal dengan timahnya yang melimpah ruah. Sehingga ada yang menjulukinya atau hanya pengakuan dengan Kota Timah (Tertib, Indah, Menawan, Aman, Harmonis).

Bumi Bangka gersang dan bolong acak-acajkan. Itu pun pernah aku amati dari atas pesawat beberapa kali -saat mudik-

Menurut sejarah, konon penambangan itu terjadi sejak zaman kolonialisme dan imprealisme. Koran Kompas juga pernah menyoroti pulau penghasil Lada dan Timah tersebut beberapa bulan yang lalu. Bangkaku makin terpuruk dan gersang, bolongan bekas penambangan terlihat bagai padang pasir. Kerukan bekas penambangan yang tidak dipulihkan oleh sang pemilik memberi tanda kebiadaban dan keserakahan manusia terhadap Bumi. Tapi, semua karena Timah, harta karun yang banyak mengorbankan nyawa karena ratusan penambang liar-tradisional- terperosok ke lubang penambangan yang mereka gali sendiri. Lubang yang berbentuk botol memang mudah longsor. Mengeruk Bumi tanpa perasaan, persis dracula yang haus darah. Timah bagaikan tete’ majikan yang selalu siap menggoda untuk disedot Tuyul.

Animo masyarakat membludak, meraup harta karun berwarna hitam itu, sehingga banyak orang kaya baru (OKB) disebabkan oleh Timah. Hanya orang tuaku yang setia dengan perahunya, masih konsisten dengan sebutan seorang nelayan.

Bumi kian tua, Bumi cukup merana dan tersiksa dengan tindak tanduk manusia. Fenomena diatas bisa memberi oposan untuk cinta kepada Bumi agar tak menggali makam sendiri. Kasihanilah Bumi Indonesia. Cintailah Tanah Air ini. Bumi subur rakyat makmur.