Jumat, 30 Oktober 2009

Pemuda Dalam Spirit Gotong Royong



Oleh Joe Marhaendra

Pemuda merupakan tonggak sejarah yang terus menjadi sorotan dari zaman ke zaman. Terbukti 28 Oktober 1928 adalah gaung pemuda yang menjadi saksi sejarah. Sekedar pleidoskop, ketika itu pemuda atas nama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) bersama Jong Java, Jong Sumatra dan Jong-Jong lainnya, bertemu di Oost-Java bioscoop Jakarta. Lalu ending dari spirit gotong royong pemuda saat itu terciptalah trisula sakti yang terkenal dangan ‘Sumpah Pemuda’. “Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Bertanah-air yang satu, tanah-air Indonesia. dan mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Romantisme sejarah hingga saat ini terus menjadi kisah emas yang patut dikaji melihat pemuda terus berpacu dari masa ke masa sampai-sampai Founding Father menempatkan pemuda pada kelas yang dominan, "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia." Itulah ungkapan Bung Karno yang menggambarkarkan pemuda sebagai aktor kekuatan perubahan.
Spirit Gotong Royong
Gotong royong adalah pengejawantahan tiga ajaran Bung karno yang populer di sebut Trisila, yaitu Sosionasionalisme (gabungan pemadatan nasionalisme dengan internasionalisme), Sosiodemokrasi (gabungan demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi), dan ke-Tuhanan.
Dewasa ini meski terkesan berkompetisi, tapi spirit pemuda masih bisa dipatahkan sehingga pemuda kadang kala harus sabar menyusu lagi karena gesekan senioritas (kaum tua) bagai gurita menakutkan yang siap menggoncang sendi idealisme.
Pemuda saat ini cenderung lebih konsumtif dibandingkan dengan pemuda zaman dulu yang terlihat produktif. Akhirnya spirit Gotong Royong ajaran Bung Karno hanya menjadi pusaka sejarah yang kusam. kata-kata pemuda yang benar-benar menjadi sentral perubahan itu hanya retorika penuh ilusi. (28/10/2009)