Selasa, 08 Maret 2011

GERAKAN PEDULI DARSEM





Selamatkan Darsem dari Pancungan!

Darsem adalah seorang wanita TKI asal Subang –Jawa Barat yang membunuh lelaki berkewarganegaraan Yaman bernama Walid -- yang beralamatkan di Distrik Al-Uraja, sebelah Selatan Kota Riyadh--setelah menjalani proses hukum, Darsem binti Daud Tawar divonis hukuman mati (pancung) pada Juni 2008. Akan tetapi, setelah mendapatkan maaf dari salah satu ahli waris korban. Darsem kemudian bisa dibebaskan dari hukuman mati (pancung) jika diganti dengan diyat sebesar 2 juta Riyal atau senilai Rp 4,7 milyar. Peristiwa kasus pembunuhan Walid terjadi pada Desember 2007. Darsem membunuh karena ingin membela diri ketika hendak diperkosa.
Darsem membutuhkan seluruh bantuan seluruh warga Indonesia yang peduli kemanusiaan terlepas apapun perkaranya. Darsem dan seluruh TKI berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Sempitnya lapangan pekerjaan membuat nekat untuk menjadi TKI. Peristiwa Darsem mengingatkan kepada seluruh pemangku kekuasaan di Indonesia (tak terkecuali Pemerintah Provinsi banten) untuk segera membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya sehingga tak perlu lagi untuk menjadi TKI karena resiko TKI sagatlah berat.
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) CABANG SERANG, Sebagai Organisasi yang berjuang bersama rakyat dalam mewujudkan Sosialisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD’45 berpartisifasi untuk mengurangi beban Darsem karena pemerintah sudah tidak mampu melindungi Bangsanya sendiri dan selalu lamban dalam bertindak. Stop Eksploitasi Manusia!
Merdeka!
Marhaen Menang!



Anda Bisa Salurkan ke Nomor Rekening DPC GMNI SERANG
0011766080100 BANK JABAR BANTEN a.n Nining Rodianah (BENDAHARA)

Sabtu, 05 Maret 2011

Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922)



Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009

Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka (1897-1949) dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak otoritas koloni. Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Dia menjadi ketua Partai Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja oposisi terhadap pemerintahan Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap oleh tentara Indonesia dan dieksekusi.

Kamerad! Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.
Saya harus mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus membentuk sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner. Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim, Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya, seberapa jauh kita akan terlibat?
Metode boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan imperialisme Inggris, dan lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di timur. Kita tahu bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu bahwa para pemimpin Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham seperti halnya setiap kaum revolusioner disana: bahwa sebuah pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi kita kaum Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa, mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?
Pan-Islamisme adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner.
Hingga tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.
Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]
Saya datang dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[Tepuk Tangan]
Para anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda kita lagi.
Sejak awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.
Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [Tepuk Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.
Ketika sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami, jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]
Tapi ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang sangat mendadak.
Tapi sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.], dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad, kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan, Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.
Jadi Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.
Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?
Saya akhiri pidato saya. [Tepuk Tangan Meriah]

Jumat, 04 Maret 2011

PSSI Versus MENPORA


Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) seyogyanya adalah Organisasi tertinggi yang menjadi kebanggaan penikmat sepak bola nasional. Namun kenyataannya berbalik karena krisis prestasi pesebakbolaan Indonesia yang kian miris di bawah pimpinan Nurdin Halid membuat para pencinta Sepak Bola Indonesia berang melihat Timnas Muda (U23) dan Timnas Senior masih belum bisa membuat penonton tersenyum bangga. Sebuah krisis prestasi yang berujung sakaratul maut!
Di ajang AFF, Timnas Senior belum pernah mengecap juara, bahkan harus pasrah dipermalukan oleh Malaysia di final pada akhir 2010 lalu meskipun tidak terlepas dari perjuangan pemain naturalisasi. Februari 2011 stadion Jaka Baring Palembang menjadi saksi abadi kekelahan Timnas Garuda (U23) pada praolimpiade yang harus puas dicukur tim tamu. Ada apa dengan PSSI? Human error atau Sistem error? Kerinduan masyarakat Indonesia sudah sangat berkarat, penantian prestasi Timnas Garuda kebanggaan yang tak kunjung datang. Karena taksa dipungkiri Sepak Bola merupakan olahraga rakyat yang tidak akan ada mati-matinya di Negeri ini. Dan tidak mengherankan jika Suporter Indonesia terkenal paling fanatik di Dunia melebihi Suporter Inggris.
Beberapa hari ini marak di dunia massa menyoroti aksi Suporter sepak bola yang berunjuk rasa di berbagai daerah menuntut Revolusi PSSI dengan menjungkal Nurdin Halid walalupun ini bukan aksi yang pertama kalinya. Gelombang aksi makin memanas dengan bumbu-bumbu pro-kontra terhadap Ketua PSSI dua periode tersebut. Akibatnya juga fatal terjadi bentrok dua kubu pro-kontra seperti yang terjadi di Makasar dan Jakarta. Fenomena latah dari Revolusi Mesir dan Libya yang bentrok antara pro dan kontra?

Pamer Kekuasaan
Gelombang aksi ribuan Suporter yang menuntut Nurdin Halid turun dari kursi ketua PSSI cukup sporadis setelah tim verifikasi PSSI mengumumkan dua calon ketua PSSI yang lolos seleksi, Nurdin Halid dan Nirwan Bakri. Tim verifikasi mantap mendiskualifikasikan dua pesaing Nurdin, George Toisutta dan Arifin Panigoro yang berbuntut banding. Percikan api dari komite pemilihan ketua PSSI itulah memancing kemarahan ribuan pecinta sepak bola Indonesia. Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng ikut bernyanyi dengan lagu intervensi menyerukan koreksi terhadap hasil verifikasi komite pemilihan PSSI dan mengancam akan memberikan sanksi jika tegurannya itu tidak diindahkan. Padahal jelas menurut ketua komite Banding, Tjipta Lesmana, Stetment Menpora telah melanggar Statuta FIFA yang melarang setiap bentuk intervensi dan campur tangan pemerintah. Komite Bandingpun merasa tertekan dengan intervensi Menpora. Akhirnya Komite Banding mengagetkan seluruh pencinta sepak bola nasional dengan keputusan menolak banding George Toisutta dan Arifin Panigoro serta menganulir Nurdin Halid dan Nirwan Bakri sebagai calon ketua PSSI. Sebuah keputusan yang terkesan tanpa solusi konkret.
Polemik Pro-Konta PSSI versus Menpora menjadi isu seksi yang tak bisa dilewatkan. Ketua DPR Marjuki Ali turut menanggapi kontroversi PSSI, menurut Marjuki PSSI harus lebih terbuka karena PSSI bukan milik partai politik dan PSSI merupakan ruang publik non partisan.
Perseteruan antara PSSI versus Menpora bukan konflik spesial yang pro terhadap revolusi Sepak Bola Indonesia. Perseteruan ini hanya sebatas adu gengsi pamer kekuasaan antara dua kubu rezim. Keduanya masing-masing mempunyai dua warna dominan “Si Kuning dan Si Biru” yang memang terlihat kurang harmonis pasca adu otak di paripurna mafia pajak. Politisasi benar-benar merambah ke berbagai penjuru!

Revolusi PSSI
Nurdin Halid merupakan sosok kontroversi.Mantan Manajer PSM Makasar ini pernah tersandung pidana korupsi yang ‘memaksa’ ia memimpin PSSI dari balik jeruji pada tahun 2003 sampai 2005. Nurdin figur yang super kebal terhadap kecaman,, ia tetap tegak berdiri dalam naungan panji-panji PSSI. Belum ada tanda-tandanya untuk turun dari tahta PSSI. Walaupun sebenarnya dia sadar bahwa dalam kepemimpinannya Sepak Bola Indonesia miskin prestasi. Kader Golkar satu ini benar-benar pantang mundur bahkan ia berdalih bahwa aksi Suporter yang mengecam dirinya itu salah sasaran. Tak ayal Bos Golkar, Aburizal Bakripun unjuk bicara dan siap memberi dukungan kepada kadernya yang menurutnya sekarang terzolimi.
Isu Revolusi PSSI dari ribuan Suporter Indonesia adalah suatu yang mutlak bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan luas dan mendasar dalam hal struktur, sikap dan prilaku individu di dalam organisasi PSSI. Itulah yang menjadi tuntutan bersama para suporter pecinta sepak bola Indonesia. Sepak Bola Indonesia akan maju jika secara berkala PSSI mendidik bibit-bibit pemain muda dengan cara kompetisi, dan pembinaan pemain berbakat secara periodik serta didukung oleh perangkat pengurus yang benar-benar berupaya untuk memajukan Sepak Bola nasional.
Delapan tahun sudah Nurdin Halid menjadi ketua umum PSSI, layaknya cukup sudah manusia super kontroversi itu memimpin PSSI melihat kinerja, sepakterjang sang ketua yang selalu tak memenuhi target alias Gagal...! tidak ada prestasi, miskin gelar dan jauh dari kebangggan. Garuda tetap didadaku!




Penulis Adalah Ketua DPC GMNI SERANG
Penikmat Sepak Bola Indonesia,
(Artikel ini sudah dimuat di Baraya Post,2 Maret 2011 )