Senin, 12 Desember 2011

ALARM DARI MARTIR SONDANG


Seluruh Mata dunia terbelalak lebar baik dalam negeri maupun luar negeri, sepasang Mata tertuju kepada demonstran bernama Sondang Hutagalung. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno yang memilih membakar dirinya di depan Istana Negara (7/12) pukul 17.30 WIB. Akibat aksinya ia mengalami luka bakar sangat parah, hingga 98 persen. Setelah bertahan hidup selama 72 jam, Sabtu (10/12) pukul 17.50 Wib, Sondang meninggal dunia. Salut! Sesuatu aksi perlawanan yang revolusioner meski nyawa menjadi taruhan.
Aksi Bung Sondang secara tidak langsung menampar muka seluruh jagat aktivis yang berjuang setengah hati karena eksistensi untuk motif sesuatu. Sondang adalah martir perlawanan terhadap rezim kebablasan yang diciptakan oleh penguasa negeri yang digawangi Sosilo Bambang Yudhoyono. Sondang Hutagalung sejajar dengan Muhammed Bouazizi di Tunisia dan Chun Tae il Korea Selatan. Mereka menjadi aktor pemantik gerakan rakyat. Ekspresi dari sebuah kemarahan terhadap rezim dzolim.
Menurut Pandangan Politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, Sondang Hutagalung adalah pahlawan kemanusiaan dan keadilan dengan langkah bakar dirinya. Tindakan itu merupakan protes paling puncak atas ketidakadilan dan korupsi yang merajalela di bawah rezim SBY-Boediono.
Aksi revolusioner Koordinator Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia (HAMmurabi) Ini menjadi warning dan wake up call kepada seluruh anak bangsa untuk bangkit dan melawan terhadap penguasa yang sudah keluar jauh dari amanat Pancasila 1 Juni 1945 dan mandat Trisakti Bung Karno; Berdaulat di bidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan bermartabat di bidang kebudayaan.


Alarm Pengorbanan

Keberanian nekat dari Sondang Hotagalung menjadi “alarm perlawanan”, membakar spirit generasi muda untuk lebih progressif-revolusioner dengan membangun kekuatan massa aksi yang radikal dengan menggabungkan kekuatan rakyat demi tegaknya kemerdekaan yang seutuhnya. Negara kuat, tegas dan bebas dari intervensi negara asing merupakan sebuah cita-cita pendiri republik ini. Jangan sampai Indonesia menjadi negara bonekanya Amerika atau justru menjadi negara federasinya Amerika.
Semestinya, SBY selaku puncak penguasa negeri ini melakukan evaluasi diri dan sadar diri bahwa ia telah salah mengelola Negara maritim ini. Sungguh memalukan! Indonesia sebagai Negara maritim malah kalah di laut sendiri seperti kasus-kasus pencaplokan wilayah oleh Negara serumpun Malayasia. Korupsi merajalelea di semua lini, belum lagi sengketa Papua yang belum usai dan terkesan dibiarkan begitu saja.
Pengorbanan Sondang menjadi cambuk pelecut untuk seluruh penggiat gerakan untuk bersatu kepalkan tinju. Seperti kata mantan aktivis gerakan Budiman Sudjatmiko, perjuangan Sondang harus tetap dilanjutkan.
Alarm dari martir sodang sebagai alarm peringatan terhadap rezim saat ini. Alarm itu bergetar kencang dan berbunyi keras hingga menusuk telinga lalu menembus hati nurani untuk berkata bangga terhadap pengorbanannya yang luar biasa, dialah Soe Hock Gie masa kini. Alarm yang dibunyikan Sondang terus berbunyi dengan satu nada yang bergelora api semangat pembakaran jiwa bahwa: SBY HARUS TURUN!
Selamat jalan Anak Marhaen, kau begitu Merah semerah api yang menghabiskan tubuhmu. Yakinlah kau akan disambut haru oleh Pendiri Bangsa ini beserta aktivis Tragedi Trisakti 1998 yang dulu “merdeka” dari alam bangsa.

Tidak ada komentar: