Kamis, 21 Juli 2011

Partai Politik Sarang Koruptor


Belakangan ini marak diberitakan oleh media massa tentang korupsi yang melibatkan tokoh partai politik. Korupsi memang telah menjadi budaya yang mewabah di negara ini, baik di tingkat nasional maupun daerah. Sehingga wajar kampanye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui stikernya bertuliskan “Awas! Bahaya Laten Korupsi.”
Kehangatan berita korupsi menjadi berita yang paling seksi di negeri ini meskipun sebenarnya hanya segelintir saja yang dikupas secara terang benderang. Sebut saja ‘skandal suap bersatu’ pada pemilihan Gubernur Senior BI, Miranda Gultom yang melibatkan politisi PDI Perjuangan. Juga sekarang santer diberitakan yang membelalakkan berjuta pasang Mata dan mengerutkan Dahi ketika awak media memberitakan skandal suap pada proyek pembangunan Wisma Atlet Sea Game Jaka Baring-Palembang yang memangkas dana sebesar Rp. 191 miliar.
Menariknya, ada parpol pemenang pemilu 2009 bermain di sana, sebuah parpol yang sangat dekat dengan Istana negara disebut-sebut menjadi pemeran utamanya. Bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin namanya melejit bagaikan artis papan atas yang lagi naik daun. Apalagi kasus ini dibumbui episode debat antar para politisi Demokrat itu sendiri yang memaksa SBY Selaku Dewan Pembina Parpol tersebut melakukan ‘atraksi marah-marah’. SBY yang juga Presiden RI itu semestinya malu dan segera meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena komitmennya memberantas korupsi benar-benar gagal dan hanya menjadi program halusinasi. Lebih parah lagi karena korupsi itu malah terjadi di teras partai pengusung sang Presiden sendiri. Ulah kader partai Demokrat yang menjadi pemain suap secara tidak langsung telah ‘menampar birukan bibir’ SBY. Ironis! Nazaruddinpun minggat ke luar negeri.
Menurut pengamat Politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin bahwa pemburu rente oleh partai politik nyaris terjadi di semua partai. “Partai lainpun seperti golkar akan kena Imbasnya. Partai PKS, PAN dan lain-lain kan sudah kena juga”. Stetment Burhanudin menjadi kata kunci penulis untuk tegas mengatakan bobroknya mental penggiat partai politik negeri ini. Karena melahirkan sistem pemburu rente yang menghisap kekayaan negara.

Quo Vadis
Partai politik (Parpol) bukan saja melahirkan dan menciptakan sistem yang korup tapi juga kelompok yang memberikan kontibusi besar terhadap pragmatisme dan praktek jual beli bangsa karena habitat parpol bercokol orang-orang yang haus akan kekuasaan, menumbalkan apapun dan dengan cara apapun demi terciptanya tahta kekuasaan.
Menurut Carl Friedrich, sebuah partai politik merupakan sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintah bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya. Jadi wajarlah jika parpol di Indonesia cenderung melahirkan politisi bandit yang doyan menghalalkan kekuatan politik yang bisa dimanfaatkan demi merebut dan mempertahankan kekuasaan infra struktur politik. oportunis dan pragmatis!
Tapi yang mengherankan parpol di negeri ini malah tampak ada ketika menjelang pesta demokrasi. Rakyat disajikan dengan slogan-slogan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan yang seolah-olah merupakan ciri perjuangan parpol tersebut. Kemudian rakyat digiring, dipakaikan kaos berlambang parpol berikut jargonnya. Lalu rakyat dipaksa bersorak tepuk tangan menjadi suporter dan akhirnya memilih sang jagoan saat berada di kamar TPS (Tempat Pemilihan Suara). Mirisnya, setelah parpol tersebut menang rakyat tetap masih menjadi keranjang sampah, sesekali menahan lapar dan melirik dapur yang memang tak ngebul secara lancar.
Pendidikan politik kepada rakyat mampet tersendat, karena memang tak ada pendidikan politik yang dilakukan oleh seluruh parpol di Indonesia. Padahal pendidikan politik sangatlah urgen dalam negara yang notabene penganut paham demokrasi. Parpol idealnya menjalankan program untuk kesejahterakan rakyat dengan kekuatan politik yang diamanatkan oleh rakyat. Terlebih parpol pemenang pemilu. Tapi ini justru malah sebaliknya yang terjadi, partai politik (baik pemenang maupun pecundang) malah semuanya bersatu menjelma menjadi pemburu rente. Berdiri di rel kekuatan politik masing-masing untuk melakukan kerja politik mengeruk kekayaan bangsa, korupsi secara sistematis dan massif dengan mengatasnamakan nasional interest (kepentingan rakyat banyak). Quo Vadis partai politik di negeri ini!

Anti Parpol
Parpol hanya siap melakukan dan membangun kekuasaan tapi tidak pernah siap membangun masyarakat pada tingkat penyadaran peruntukan kekuasaan itu sendiri. Jadi perubahan bangsa yang sesungguhnya harus berhadapan dengan parpol dan anti parpol karena parpol apapun nama, warna, lambang dan ideologinya tidak akan pernah menjadi solusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kembali ke jati diri bangsa, kembali menjadi bangsa indonesia yang sebenar-benarnya tanpa partai politik!





Penulis adalah Ketua DPC GMNI Serang
(Sudah Dimuat di BARAYAPOST, 4 Juni 2011)

Tidak ada komentar: