Jumat, 04 April 2008

PERTENGAHAN JALAN “NEGERI ORANG”


Tulisan ini hanya sekedar menceritakan secuil kisahku, hidup di rantauan yang jauh dari sanak keluarga. memang semua ini harus memerlukan keberanian. berani bergaul dengan siapa saja, begitu pesan bapakku. jika sang rantauan tidak mau terlindas, tergilas oleh zaman (pribumi) sang Rantauan harus mampu mengolah emosi dan bisa jaga diri, yang tak kalah penting juga harus siap diri takut tiba-tiba di tilang Polisi (jika ada razia orang jelek).hehe

Enam tahun telah berlalu ku terdeportasi dari tanah kelahiranku (Tanjung Sangka-Bangka).Semenjak 2002 ku terdampar di pulau Jawa demi mereformasikan diri. Serang begitu kota yang sekarang ku injak (sebelumnya Tangerang, SMA) Banten. nomaden tempat ku bermukim berpindah dari kosan ke kosan. Beriringnya waktu akhirnya sampai juga ke kosan yang bisa di sebut sangat menyenangkan karena tiap bulan telat, ibu kosnnya gak pernah marah-marah,apalagi bawell (hanya cemberut doang n bibirnya tambah tebal 5cm…hehe).

Satu tahun lebih ku bermarkas di kontrakan (kosan) elite (dalam kaca mata Mahasiswa rantau) milik wong java, Sampono begitu nama sang pemilik Rumah, dia juga seorang produsen baso urat yang terkemuka di sumur Pecung-Serang. Cek-in di gedung putih banyak menyisakan cerita yang lucu.why di sebut gedung putih?(gedung tua kali) maybe semua lapisan ozon or catnya berwarna putih dan sampai-sampai yang nyenderin di temboknya ikut-ikutan terkontaminasi oleh keaslian warna si tembok.(lengget bro!!!)

Kosan unik yang juga kadang-kadang sering dikunjungi teman-teman, baik wanita maupun pria ini memang memiliki kisah unik yang bisa dijadikan dongeng buat dicerita ke anak-cucu. tentu cerita yang ghokil. Begini salah satu ceritanya:

Setiap akhir bulan (habis masa aktif) ibu kosan yang biasa dipanggil Bu Pono or nama kodenya BP (pemberian dari salah satu teman). Pemberian nama BP, terinspirasi pada stryker Timnas Merah-Putih, Bambang Pamungkas yang dipanggil “BP”

Aneh tapi ada, itulah yang terjadi, BP tak pernah Bete n Cape untuk bersilaturahmi tiap akhir bulan. Kadang membuat penghuni kosan gugup, gagap dan gagu.hehe…(mukanya sereem ya?) ya mungkin!salah satunya , maklum casingnya lumayan jadul sih,hehey.

Menjadi menarik di sini, ketika Rutinitasnya dalam berkunjung BP gak pernah absen membawa oleh-oleh or buah tangan yaitu ‘Struk Pembayaran Listrik’. Kesetiaannya membesuk gedung tua yang merupakan schedule time nya itu telah jadi kebanggaan tersendiri baginya, ( jelasnya enak di dia celaka bagi sang penghuni…) imbasnya tak tanggung-tanggung, masyarakat kosan ling-lung termasuk gue, coz gue sering (pernah) jadi tumbal pelecehan sang rentenir BP …(Di lecehin bagaimana?) maksudnya di tagih mendadak coz belum gradi resik menyiapkan jawababan yang tepat untuk berapologi ketika di tagih.hehey.

Ternyata teori stratifikasi sosial benar-benar terjadi di kalangan masyarakat (Mahasiswa), saat Ini. Tingkat strata buntuti jejak kehiduapan. Melihat fenomena di atas terlintas tatkala obrolan santai kami lakukan di kosan sambil ditemani rokok dan kopi (kadang-kadang susu). Dalam obrolan santai sedikit serius (kadang-kadang) pernah aku beranalogi bahwa dalam setiap kehidupan mempunyai masing strata “di atas langit pasti ada langit” begitu kata sangpenghibur (kata Bijak). Terlintas ketika melihat tingkatan pada manusia (khususnya di sekeliling Mahasiswa), lihat saja, dosen pasti takut sama ketua jurusan (Kajur), kajur takut pada Dekan, Dekan fear dengan Pembantu Rektor (Purek), Purek segan ama Rektor, Rektor hormat sama Menteri, Menteri patuh kepada Presiden n Presiden kiut pada Mahasiswa…..so mentok-mentoknya Mahasiswa Takut ama ibu kos, ya gak?

Sosok Ibu kos memang menyimpan misteri (misteri Ilahi kali) dan malapetaka seperti malaikat maut ( ketika belum inflasi). Tapi dia juga adalah Pahlawan lho (klo dia baik n enggak cerewet..hehe ). So carilah ibu kosan yang asik Kawan! Ibu Kosan yang lugu, demokratis dan kompromis. hehey

Itulah sekelumit kisah yang mungkin enggak penting bagi sebagian Orang dan ini hanyalah kesan penulis saja, goresan ini tercipta ketika rindu pada kampoeng halaman terus menghantui pikiran, maka menulis adalah jalan satu-satunya menyibukkan diri dan bisa dijadikan Obat penawar kerinduan. ‘Di pertengahan jalan negeri orang’.

19:30

04/04/08

Tidak ada komentar: