Selasa, 25 Maret 2008

IAIN POCO-POCO



Berbicara kampus “Jingga” (IAIN “SMH” Banten) tidak lepas dari problematika klasik yang belum tuntas. Sarana dan prasarana kurang itu hal yang biasa tapi toilet gersang di musim hujan bukanlah suatu kewajaran. Lembaga boleh berbangga karena bisa menekan mahasiswa dengan kebijakan baru, pengumpulan foto melalui CD jadi anggukan serempak mahasiswa dan aktivis kampus.

Kebijakan lembaga dengan pengumpulan foto melalui CD menambah kemacetan registrasi pengambilan Kartu Rencana Studi (KRS) yang selama ini menjadi momok setiap awal semester. Ketidakkonsistensian lembaga dalam jadwal registrasi juga semakin mewarnai antri panjang awal semester ini, seperti yang terjadi ketika fakultas Uswah melakukan registrasi (05/02). Mahasiswa Uswah adalah mahasiswa yang berkuantitas paling buncit (sedikit) di kampus jingga, sebagaimana yang diutarakan oleh Pembantu Dekan tiga bagian kemahasiswaan Fakultas Uswah, Syafi’in Mansyur pada Orientasi Pengenalan dan Keakraban Fakultas Ushuludin dan Dakwah (OPK’ USWAH) tempo lalu. Tapi ketika registrasi terlihat membludak karena bercampur dengan fakultas di luarnya yang juga berebut antri registrasi padahal telah ada jadwal registrasi masing-masing. Anehnya, pihak akademik pun melayaninya sehingga antrian panjang tak terelakkan.

Praktikum merupakan menu rancu yang hanya menggugurkan kewajiban. Lihat saja faktanya. Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) semester lima melakukan praktek haji seperti ujian lisan, tak ada kain dan baju ihram. Meja dijadikan ka’bah berkeliling bak penari balet. Jauh berbeda yang dilaksanakan oleh jurusan lain (semester genap kemarin) yang perlengkapan praktikumnya lengkap layaknya manasik haji sungguhan. Padahal bayaran praktikumnya sama. Juga jurusan Tadris Bahasa Inggris (TBI) semester tiga melakukan praktek komputer hijrah ke kampus STMIK Baja karena lagi-lagi kendala prasarana yang tidak memadai.

Jika meminjam istilah mantan presiden wanita RI, Megawati, yang mengkritisi pemerintah baru-baru ini “Pemerintah sekarang bak penari poco-poco, maju selangkah, mundur pun dua langkah”, artinya, hanya diam di tempat (Koran Tempo 11/02). Seirama dengan realita di kampus negeri yang berwarna jingga.

Atau mungkin senada dengan perkataan Yusuf Kalla “dansa-dansa yang berputar-putar”, maksudnya tidak hanya diam di tempat, tapi juga tak jelas kemana arah kebijakannya (Koran Tempo 11/02).




2 komentar: